(Yohanes 18: 12; 19: 16a)
Zaman sekarang ini semakin marak gejala-gejala menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan atau keinginan tertentu. Tindakan seperti ini bukan hanya wujud keegoisan manusia terhadap sesamanya, tetapi merupakan bentuk konkrit perlawanan manusia terhadap kehendak Allah.
Perikop yang kita renungkan, merupakan bagian dari Injil Yohanes yang memuat kisah sengsara Tuhan Yesus. Dalam bagian ini, penulis Injil Yohnes mengisahkan percakapan Yesus dengan Imam Besar Hanas sebelum Tuhan Yesus dibawa ke hadapan Imam Besar Kayafas. Hanas adalah Imam Besar yang sah menurut peraturan agama Yahudi. Sedangkan Kayafas (menantu Hanas) adalah Imam Besar yang diangkat oleh pemerintah Romawi. Percakapan Imam Besar Hanas dengan Tuhan Yesus di seputar murid-murid dan ajaran Yesus (Yoh. 18:19-24), dimaksudkan untuk mencari dalih mempersalahkan Tuhan Yesus. Sebenarnya sudah sejak Lazarus dibangkitkan, para pemimpin agama Yahudi bersepakat membunuh Yesus (Yoh. 11: 45-47). Pada bagian ini, percakapan Tuhan Yesus dengan Imam Besar Kayafas tidak secara langsung diceritakan. Tetapi, Imam Besar Kayafas pernah menyatakan bahwa lebih berguna kalau Tuhan Yesus dikorbankan/dibunuh (Yoh. 18:14). Pada bagian ini, penulis Injil Yohanes ingin menegaskan bagaimana para pemimpin agama Yahudi menghalalkan penyalahgunaan peraturan agama untuk membunuh Yesus.
Dalam Yohanes 18: 28-19: 16 a dikisahkan percakapan Pilatus dengan Tuhan Yesus. Awalnya Pilatus menyimpulkan bahwa Tuhan Yesus tidak bersalah, dan ia berusaha melepaskan-Nya. Bahkan dalam ketakutan terhadap kekuatan massa; Pilatus sekali lagi melakukan percakapan dengan Yesus. Dalam percakapan itu, Pilatus menyatakan wewenang dan kekuasaannya untuk menghukum atau membebaskan Tuhan Yesus. Namun, Pilatus lebih takut kepada orang banyak yang mengancamnya, sehingga ia meluluskan permintaan orang banyak agar Yesus disalibkan (Yoh. 19: 16a). Melalui bagian ini, penulis Injil Yohanes hendak menegaskan bagaimana Pilatus tidak menggunakan kekuasaannya untuk melindungi dan membebaskan orang yang tidak bersalah. Pilatus menghalalkan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaannya demi rasa aman dirinya.
Kecenderungan menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan bukan hanya terjadi dalam diri pejabat politis, pemerintahan, pemimpin perusahaan atau pemimpin agama (contoh nats hari ini). Kecenderungan seperti itu sebenarnya terdapat dalam diri setiap orang. Dari perikop hari ini, setidaknya kita belajar dua hal. Pertama, Tuhan Yesus sendiri pernah mengalami penderitaan akibat tindakan orang yang menghalalkan segala cara. Kedua, tindakan menghalalkan segala cara merupakan bentuk konkrit perlawanan manusia terhadap kehendak Allah.
Minggu ini kita mulai memasuki peringatan masa sengsara Tuhan Yesus, yang diberi tema: Kristus Taat, Kita Selamat. Melalui tema ini, marilah kita mengenang kembali bahwa keselamatan yang kita peroleh, merupakan buah dari ketaatan Tuhan Yesus dalam menjalani kehendak Allah. Sebagai orang yang telah menerima keselamatan Allah, kita terpanggil untuk belajar meneladani kesetiaan dan ketaatan Tuhan Yesus terhadap kehendak Allah. Ketaatan terhadap kehendak Allah memampukan kita untuk mengendalikan diri agar “tidak menghalalkan segala cara”, dalam memenuhi keinginan atau tujuan hidup masing-masing.
Sumber : http://www.salahketik.com/
Sumber : http://www.salahketik.com/
Posting Komentar Blogger Facebook
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.